Minggu, 26 September 2021
kita dan orang tua
Rabu, 23 Juni 2021
insecure~
Rabu, 16 Juni 2021
Menghargai Ilmu & Pemberi Ilmu
Man vs Woman
Dear me,
Pas banget malam ini dihiasi lantunan rintik hujan. Tadi sore menyempatkan meetup dg teman lama yg akan balik ke Depok. Banyak cerita yang kami bagi. Bagi ku, every moment you spent with other itu tempat ku menggali lagi berbagai macam emosi yg ada di setiap moment pada setiap orang. Belibet ya bahasa, tapi intinya disetiap pertemuan aku bisa lihat ternyata cewe tu gini yaa.. ternyata cowo tu gini yaa..
Nah, tadi kita sempat bahas, apa iya bagi cowo mudah banget buat ngelupain "moment" dan memilih untuk move on + bersikap biasa aja setelah meninggalkan moment tersebut. Beda banget sama cewe, yang setiap moment akan melekat dan susah buat di hapus dari memory nya.. entah itu kenangan manis atau kenangan pahit.
Pas pula, beberapa hari yll aku baru selesai nonton kdrama come back couple. Amazing.. buat siapapun yg merasa ada yang ga beres dengan kehidupan nya saat ini, bisa coba cek spoiler nya deh.. nanti kalo mood aku buatin spoiler nya ✌
Nah, yg mau di highlight sekarang adalah komunikasi. Lagi lagi komunikasi. Bagi laki-laki mungkin emang komunikasi dirasa perlu secukup nya aja. Selagi dia bisa handle, okay, cewe ga perlu tau. Anggap aja ga ada apa-apa. Kalo dibahas takutnya dia baper, dll..
Tapi, tau ga sih cowo kalo cewe itu butuh penjelasan. Ga bisa gitu aja anggap masalah selesai tanpa adanya penjelasan. Apalagi ketika dia tau, dia pernah kamu perjuangkan, tapi kamu mengalah dan mundur karna tidak direstui oleh orang tua.
Dilain sisi, banyak diantara kita, baik cewe atau cowo yg memili spekulasi spekulasi yang itu cuma tersimpan di kepala mereka. Mereka ga pernah mengeluarkan sedikitpun pertanyaan, untuk memastikan apakan spekulasi tersebut benar atau tidak. Dalam sebuah hubungan, mungkin ini yang sering menjadi hambatan dan petaka menuju kehancuran. Ada baiknya semua hal yg kamu pikirkan kamu ungkapkan.
Tapi, ga bisa di pungkiri, kalo mengungkapkan pikiran bukanlah hal mudah. Butuh latihan dan pembiasaan. Apalagi bagi mereka yg tumbuh besar di keluarga yang tidak familiar dengan mengeluarkan ide pendapat dan buah pikir. Ini challenging banget.
Buat teman teman semua yang membaca tulisan ini, aku mau tau donk cara kalian mengkomunikasikan pikiran atau salah dengan pasangan atau keluarga kalian..
Sekian dulu ketikan hati malam ini,
Have a good night,
With love,
Zee
Senin, 31 Mei 2021
Kenapa Milih Lanjut S2 (?)
dear all,
Sudah dua tahun ini saya mempertanyakan banyak hal, kenapa kenapa dan selalu kenapa. Sama seperti pertama kali masuk ke pondok pesantren di tahun 2006. Kenapa. Tapi fokus "kenapa" yang akan saya bahas pada postingan kali ini adalah kenapa memilih lanjut S2. Sejak lulus di tahun 2019, saya diminta balik ke kampung halaman. Di awal tahun 2020 saya mengikuti tes CPNS formasi Widyaiswara. Karna untuk lulusan S2 Manajemen SDM pilihan nya waktu itu hanya dua. dosen di IAIN atau widyaiswara. Namun qadharullah saya ga berhasil lolos ke tahap SKB.
Kemudian di pertengahan tahun 2020 saya diajakin teman yang sudah jadi PNS di kampus Unand untuk mendaftar di sebagai asisten dosen. Enam bulan yang menyenangkan, mengajar adik-adik junior, namun jika posisinya saya sebagai dosen, mungkin tugas tersebut tidak lagi semenyenangkan ini. Lebih banyak tuntutan. Seiring jalannya waktu, saya banyak berfikir, kenapa dulu memilih lanjut S2, sedangkan dalam diri sendiri belum menemukan tujuan apa yang ingin di raih. Benar-benar let it flow aja waktu itu, iseng-iseng ikut Simak S2 (disuruh mama sih sebenarnya), tapi alhamdulillah lulus.
Sampai di kampus, saya menemukan banyak juga diantara teman-teman yang memilih lanjut, tidak dengan visi-misi yang sudah mendarah daging. Memilih S2 karna tidak punya pilihan lain, belum punya kerjaan yang proper, disuruh atasan, karna pengen cuti kerja, dll. Meskipun banyak juga diantara mereka yang kuliah memang atas keinginan besar untuk mencapai suatu tujuan.
Nah, yang ingin saya highlight dalam tulisan ini adalah, jangan sampai teman-teman memilih lanjut S2 karna ingin menghindari pertanyaan "kapan nikah? / kerja dimana sekarang? / udah tamat sarjana kok dirumah-rumah aja?" Sayang banget sama ilmu yang tersia-siakan. Belum lagi rugi finansial, mau itu pembiayaan bersumber dari beasiswa, ataupun dana pribadi.
Namun dari pertanyaan kenapa ke pertanyaan kenapa lain nya, saya jadi banyak belajar. Apalagi pad ada yang konsulltasi (masuk S1 dan/atau S2). Saya lebih akan banyak bertanya, apa sebenarnya yang mereka sukai, apa jenis mata pelajaran tersebut benar-benar menjadi cita-cita nya dimasa depan. Sampai saya pernah meminta junior untuk merenung terlebih dahulu, benar ga cita-cita itu cita-cita nya, atau hanya ego dan gengsi.
Saya melihat banyak banget yang setelah tamat ga tau mau kemana, udah kerja di suatu tempat, tapi ga bisa menikmati pekerjaannya. Mungkin akan lebih baik, jika kelas konseling benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik. Memetakan minat bakat dan apa tujuan murid-murid dalam mencari ilmu tersebut nantinya.
with love
Zhee