dear all,
Sudah dua tahun ini saya mempertanyakan banyak hal, kenapa kenapa dan selalu kenapa. Sama seperti pertama kali masuk ke pondok pesantren di tahun 2006. Kenapa. Tapi fokus "kenapa" yang akan saya bahas pada postingan kali ini adalah kenapa memilih lanjut S2. Sejak lulus di tahun 2019, saya diminta balik ke kampung halaman. Di awal tahun 2020 saya mengikuti tes CPNS formasi Widyaiswara. Karna untuk lulusan S2 Manajemen SDM pilihan nya waktu itu hanya dua. dosen di IAIN atau widyaiswara. Namun qadharullah saya ga berhasil lolos ke tahap SKB.
Kemudian di pertengahan tahun 2020 saya diajakin teman yang sudah jadi PNS di kampus Unand untuk mendaftar di sebagai asisten dosen. Enam bulan yang menyenangkan, mengajar adik-adik junior, namun jika posisinya saya sebagai dosen, mungkin tugas tersebut tidak lagi semenyenangkan ini. Lebih banyak tuntutan. Seiring jalannya waktu, saya banyak berfikir, kenapa dulu memilih lanjut S2, sedangkan dalam diri sendiri belum menemukan tujuan apa yang ingin di raih. Benar-benar let it flow aja waktu itu, iseng-iseng ikut Simak S2 (disuruh mama sih sebenarnya), tapi alhamdulillah lulus.
Sampai di kampus, saya menemukan banyak juga diantara teman-teman yang memilih lanjut, tidak dengan visi-misi yang sudah mendarah daging. Memilih S2 karna tidak punya pilihan lain, belum punya kerjaan yang proper, disuruh atasan, karna pengen cuti kerja, dll. Meskipun banyak juga diantara mereka yang kuliah memang atas keinginan besar untuk mencapai suatu tujuan.
Nah, yang ingin saya highlight dalam tulisan ini adalah, jangan sampai teman-teman memilih lanjut S2 karna ingin menghindari pertanyaan "kapan nikah? / kerja dimana sekarang? / udah tamat sarjana kok dirumah-rumah aja?" Sayang banget sama ilmu yang tersia-siakan. Belum lagi rugi finansial, mau itu pembiayaan bersumber dari beasiswa, ataupun dana pribadi.
Namun dari pertanyaan kenapa ke pertanyaan kenapa lain nya, saya jadi banyak belajar. Apalagi pad ada yang konsulltasi (masuk S1 dan/atau S2). Saya lebih akan banyak bertanya, apa sebenarnya yang mereka sukai, apa jenis mata pelajaran tersebut benar-benar menjadi cita-cita nya dimasa depan. Sampai saya pernah meminta junior untuk merenung terlebih dahulu, benar ga cita-cita itu cita-cita nya, atau hanya ego dan gengsi.
Saya melihat banyak banget yang setelah tamat ga tau mau kemana, udah kerja di suatu tempat, tapi ga bisa menikmati pekerjaannya. Mungkin akan lebih baik, jika kelas konseling benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik. Memetakan minat bakat dan apa tujuan murid-murid dalam mencari ilmu tersebut nantinya.
with love
Zhee